"Tentang benda-benda yang engkau punya dan engkau banggakan. Tentang gaya hidup yang kau kenakan dan bahkan kini kau tuhankan. Tentang kekinian yang selalu saja engkau bicarakan. Tentang status dan posisi tawarmu di penglihatan orang-orang. Tentang nama besar yang engkau sandang dan engkau busungkan. Tentang seberapa pintar dan cemerlangmu di penglihatan orang-orang. Tentang satu, dua, tiga peperangan yang pernah kau menangkan. Kalimat menjatuhkan yang jadi sering engkau ucapkan, kau hujamkan. Jangan harap itu bisa mengesankanku dan menjatuhkanku..." (Jenny-120)

Friday, June 5, 2009

Televisi dan Kaitannya dengan Dunia Desain Komunikasi Visual


Mendengar istilah ”televisi” pastilah sudah tidak asing lagi bagi telinga kita. Media massa elektronik yang bisa memunculkan gambar dan suara ini sangat dekat dengan kehidupan manusia saat ini, sehingga terasa ada yang kurang jika dalam sehari tidak menonton acara televisi. Kekuatan audio-visualnya seakan-akan mampu menghipnotis setiap manusia yang ada di depannya tanpa mempedulikan umur, jenis kelamin, pangkat, golongan ataupun tingkat pendidikan. Hampir semua orang mengaku suka menonton televisi meskipun dengan alasan yang berbeda-beda. Ada yang menganggap sebagai sumber informasi, sarana bisnis atau hanya sekedar sebagai hiburan semata. Memang televisi seakan-akan telah menjadi kebutuhan pokok orang masa kini selain sandang, pangan dan papan tentunya.

Dilihat dai pengertian secara harfiahnya, televisi berasal dari kata “tele” yang berarti jauh, dan “vision” yang berarti tampak ( Wikipedia Indonesia, 2007). Dengan kata lain dapat diartikan secara etimologi bahwa televisi adalah sebuah alat berbasis audio-visual yang mampu menangkap siaran dari jarak jauh dengan bantuan satelit. Dan kemampuan satelit yang mempunyai daya jangkau luas tak ayal membuat sebuah siaran televisi dari suatu negara dapat disaksikan di semua negara bahkan di seluruh belahan dunia. Sebagai contoh misalnya sebuah pertandingan sepakbola. Selain dapat disaksikan di berbagai negara juga mampu ditayangkan secara langsung. Sebuah bukti yang seakan-akan menegaskan bahwa peribahasa “dunia tak selebar telapak tangan” telah menjadi sebuah kenyataan.

Sebagai media audio-visual, televisi memberikan pengaruh yang besar pada setiap orang yang menontonnya. Besar-kecil pengaruh yang diterima sangat tergantung pada kondisi psikologis dari para penonton tersebut. Televisi memang cenderung mampu membentuk perilaku seseorang disamping fungsinya sebagai pemberi informasi dan media hiburan. Fatalnya, perilaku yang terbentuk tidak hanya perilaku yang positif saja, melainkan juga perilaku yang negatif. Dan perilaku tersebut dapat terbentuk secara sengaja ataupun tidak disengaja. Arif S. Sadiman memberikan pengertian bahwa televisi adalah jendela dunia di rumah kita, yang tidak aman sama sekali. Anggota kelompok sosial yang kita sebut keluarga "bertambah" dengan hadirnya tokoh-tokoh lain dari luar rumah, luar kota, luar negeri bahkan luar angkasa. Pesan-pesan dan informasi baik yang bersifat hiburan maupun penerangan dan pendidikan makin deras membanjiri kita. Model perilaku dan tokoh identifikasi diri semakin banyak ditawarkan kepada kita dan keluarga kita (Arif S. Sadiman, 2007). Selain itu pola tingkah laku kita juga kita peroleh dengan jalan mengamati tingkah laku orang lain dan melihat akibat-akibat dari tingkah laku tersebut, tanpa harus ada ganjaran maupun hukuman secara eksplisit (Lazerson, 1975). Dari penjelasan di atas maka tak heran jika sekarang marak diberitakan tentang anak-anak kecil yang terluka, atau bahkan sampai tewas akibat meniru adegan gulat di tayangan televisi.

Selain kekuatan audio-visualnya yang mampu merasuk ke tubuh orang seperti yang dijelaskan di atas, televisi juga mempunyai keunggulan-keunggulan lain dibandingkan media massa lainnya, seperti media cetak, radio dan sebagainya. Salah satunya adalah kemampuan televisi menjangkau khalayak yang luas tanpa ada batasan tempat. Tayangan televisi mampu menjangkau sampai ke desa, kota, negara bahkan dunia. Selain itu juga tidak ada batasan usia, jenis kelamin, pangkat, golongan serta tingkat pendidikan untuk menonton acara televisi. Dengan kata lain, siapa saja dan dimana saja orang bisa menonton dan menikmati siaran televisi.

Keunggulan lainnya adalah televisi terbukti mampu mempengaruhi persepsi dan pandangan seseorang. Informasi dan tayangan yang berulang-ulang walaupun hanya beberapa detik terbukti lebih mampu mempengaruhi pikiran seseorang dibanding informasi yang hanya dilihat sekali saja. Seringkali tanpa sadar informasi yang kita terima merasuk kedalam pikiran kita dan kemudian terrealisasikan dalam bentuk perilaku tertentu. Bahkan informasi yang salah karena ditayangkan secara berulang-ulang akan dianggap sebagi suatu kebenaran. Sebagai contoh misalnya seseorang sangat tidak menyukai sebuah produk karena ia pernah mencobanya, dan hasilnya mengecewakan. Tetapi dengan bantuan televisi yang mengiklankan produk tersebut secara rutin dan dengan strategi iklan yang jitu, bukan tidak mungkin orang tersebut akan membeli produk tersebut untuk mencobanya kembali. Dan kemampuan mengubah persepsi tersebut tidak hanya untuk sebuah produk atau jasa, melainkan juga tentang hal-hal yang lain yang sifatnya lebih kompleks. Misalnya dalam dunia politik, televisi mampu mengubah persepsi orang tentang seorang tokoh politik atau negara tertentu sehingga sikap yang tadinya menentang bisa berubah menjadi mendukung.

Dalam dunia desain komunikasi visual, televisi merupakan sebuah media yang nyaris perfect untuk menyalurkan sebuah karya. Hal ini tidak lepas dari sifatnya yang mampu menjangkau seluruh dunia dan mampu disaksikan oleh berbagai tingkatan usia. Karya desain komunikasi visual yang paling dominan dan membudaya dalam televisi adalah iklan televisi. Beriklan dengan televisi jelas mempunyai kekuatan yang lebih daripada beriklan lewat media cetak atau radio. Daya jangkau yang sangat luas dan tanpa batasan jelas mempermudah sebuah iklan untuk “beraksi”. Kekuatan audio-visualnya yang mampu mengubah persepsi seseorang jelas merupakan media yang sangat relevan untuk menawarkan sebuah produk atau jasa. Tak aneh jika walaupun harganya mahal, iklan televisi yang muncul hanya beberapa detik namun berulang-ulang itu semakin membanjiri setiap tayangan program atau siaran televisi. Siaran yang hanya satu jam misalnya. Setelah dihitung secara cermat tenyata hanya tayang selama setengah jam, dan yang setengahnya lagi merupakan space untuk iklan. Apalagi jika siaran televisinya sedang booming dan memiliki rating yang tinggi, bukan mustahil jika iklannya lebih dominan daripada siarannya. Misalnya tayangan “Empat Mata” yang dibawakan Tukul Arwana. Siarannya yang saat ini cukup sukses dan menjadi favorit di masyarakat akhirnya diperpanjang jam tayangnya agar dapat menampung iklan lebih banyak lagi.

Namun ada fenomena yang menarik yang terjadi pada masyarakat saat ini, yaitu masyarakat cenderung tidak menyukai iklan televisi. Setiap menonton acara televisi dan kemudian iklan muncul, masyarakat akan segera mengubah channel dan mencari saluran lain yang sedang tidak beriklan. Hal ini karena adanya paradigma pada masyarakat bahwa iklan televisi merupakan sesuatu yang perlu dihindari karena dapat mempengaruhi pikiran untuk berlaku konsumptif. Selain itu mereka menganggap bahwa iklan televisi Indonesia tidak menghibur, terkesan serius dan kaku. Paradigma seperti ini jelas merupakan sebuah tantangan bagi biro iklan atau para “DKVers” untuk membuat iklan yang lebih menarik, menghibur, namun tetap “mengena” walaupun dengan timing yang sangat singkat.

Selain media untuk karya iklan, televisi juga sangat mendukung untuk media penayangan film animasi. Saat ini sangat banyak film animasi yang beredar di Indonesia. Dari animasi dua dimensi (2d) sampai animasi tiga dimensi (3d). Hal ini karena film animasi dianggap sangat menghibur dan mampu menghilangkan penat. Mulai dari tampilan visual tokoh yang sangat sederhana sampai yang realis, dari cerita yang berbobot sampai cerita yang ringan dan segar, ternyata terbukti mampu menarik minat anak-anak bahkan orang dewasa untuk menontonnya. Dragon Ball, Doraemon, Inuyasha, sampai Final Fantasy seakan tetap mempunyai daya tarik tersendiri untuk ditonton, meskipun cenderung bersifat kontemporer dan insidental. Ini sangat bertolak belakang dengan sinetron Indonesia yang cenderung monoton dan ceritanya itu-itu saja, sehingga membuat orang yang menontonnya cepat bosan. Hal ini menciptakan sebuah paradigma baru; sinetron Indonesia meskipun baru tayang pasti ceritanya sama atau paling tidak, mirip dengan yang lain.

Dari pembahasan diatas mungkin dapat kita simpulkan bahwa televisi sebagai media massa mampu memberikan pengaruh yang kuat bagi para pemirsanya. Tayangannya yang menggunakan media audio-visual seakan-akan mampu menghipnotis manusia untuk menuruti dan mengikuti apa yang ada dalam tayangan televisi. Dari laki-laki, perempuan, orang dewasa sampai anak-anak seakan tidak mampu untuk menghindar dari pengaruh sebuah tayangan televisi. Dan fenomena ini merupakan sebuah ladang empuk bagi para insan desain komunikasi visual untuk menebar ide-ide kreatifnya dalam membuat iklan ataupun film animasi. Para “DKVers” seakan terus ditantang untuk mampu membuat karya yang lebih baik lagi, lebih persuatif, dan tentu saja lebih “menjual”. Dan masyarakat mau tidak mau harus selalu menjadi obyek sasaran selama mereka tidak mampu menyingkirkan televisi dari kehidupannya. Siapa suruh menonton televisi?

No comments:

Post a Comment