"Tentang benda-benda yang engkau punya dan engkau banggakan. Tentang gaya hidup yang kau kenakan dan bahkan kini kau tuhankan. Tentang kekinian yang selalu saja engkau bicarakan. Tentang status dan posisi tawarmu di penglihatan orang-orang. Tentang nama besar yang engkau sandang dan engkau busungkan. Tentang seberapa pintar dan cemerlangmu di penglihatan orang-orang. Tentang satu, dua, tiga peperangan yang pernah kau menangkan. Kalimat menjatuhkan yang jadi sering engkau ucapkan, kau hujamkan. Jangan harap itu bisa mengesankanku dan menjatuhkanku..." (Jenny-120)

Friday, June 5, 2009

Visualisasi Tubuh Manusia dalam Media Poster



Apa yang ada dalam benak kita saat kita mendengar kata tubuh? Ada bermacam-macam pendapat orang yang mengatakan tentang apa itu tubuh. Dan tentu pula pendapat itu saling berbeda satu sama lain. Misalnya Mary Douglas yang melihat tubuh sebagai suatu sistem simbol makhluk sosial dan individu. Atau teori Bio-politics dan Bio-power dari Michel Foucault. Semua itu merupakan pengkajian tubuh yang lebih ke unsur antrhopologinya. Lalu bagaimana jika mengkaji visualisasi tubuh dalam dunia desain komunikasi visual khususnya dunia poster? Karena tidak dapat kita pungkiri bahwa banyak sekali poster yang menggunakan visual tubuh manusia sebagai ilustrasinya. Dan kebudayaan ini sudah berkembang mulai dari era Revolusi Industri sampai era Postmodern sekarang ini. Dan jelas, pemvisualan tubuh manusia tersebut berbeda di tiap eranya masing-masing.

Pada era Revolusi Industri, poster merupakan media promosi yang relatif paling sederhana. Terdiri dari satu lembaran yang dicetak satu muka. Di era ini media poster digunakan untuk sarana komunikasi kepada khalayak ramai di tempat terbuka. Untuk itu poster dibuat dengan ukuran yang besar agar menarik perhatian orang yang sedang berjalan.

Pada era ini, pemvisualan tubuh manusia dalam poster sudah mulai muncul dan berkembang, meskipun unsur tipografinya lebih mendominasi. Dalam poster tersebut, digunakan visualisasi figur tunggal dengan kata-kata judul yang minim. Citra dari produk yang hendak dijual (sebagai presentasi obyektif maupun simbolis) jarang digunakan (Arif Adityawan, 1999:20). Biasanya digunakan visualisasi tubuh wanita dengan tambahan unsur-unsur Art Nouveau untuk lebih menonjolkan sisi estetisnya. Tetapi karena pembuatannya yang masih menggunakan teknik lithographie maka visualisasi tubuh itu pun dibuat lebih sederhana. Biasanya bersifat realis dengan proporsi yang tepat dan gerakan gemulai khas wanita. Hal ini dapat terlihat dalam poster-poster komersil (misalnya rokok), dan poster-poster lainnya seperti poster majalah, ataupun event tertentu. Pada sekitar tahun 1700an setelah kemunculan fotografi, pemvisualan tubuh manusia pada poster pun mengalami perkembangan. Gambar-gambar tubuh manusia yang tadinya menggunakan teknik lukisan tangan telah berganti dengan teknik foto, meski masih ada yang tetap menggunakan teknik lukisan tangan sesuai dengan konsep yang dipikirkan.

Yang cukup menarik dari pemvisualan tubuh manusia pada poster era ini adalah tidak tergantungnya visual poster dengan produk yang hendak dijual, atau image yang ingin diperlihatkan. Maksudnya adalah dalam membuat ilustrasi poster suatu produk, tidak harus mencerminkan image dari produk tersebut. Contohnya iklan rokok pada era ini. Rokok merupakan benda yang identik dengan pria. Namun poster yang dibuat tidak mencerminkan visual tubuh manusia yang macho, elegan atau maskulin, tetapi malah menggunakan visualisasi tubuh wanita yang tidak memegang rokok atau sama sekali tidak ada hubungannya dengan rokok. Malah wanita dalam poster tersebut terkesan feminim dan anggun. Tidak hanya di poster iklan rokok, di iklan lainnya pun seperti itu. Hendak ditujukan kepada siapa saja, dan mengiklankan apa saja, tetap menggunakan figur wanita sebagai ilustrasi posternya.

Pada masa awal seni rupa modern, dimana muncul aliran-aliran seni seperti ekspresionisme, kubisme, surealisme dan lain-lain, poster bergambar tubuh manusia pun mengalami perkembangan, sesuai dengan sentuhan aliran-aliran tersebut. Misalnya pada aliran Ekspresionisme yang dimotori Van Gogh, berkembang poster dengan gambar tubuh manusia yang mulai ekspresif dan kurang proporsi. Penggambaran distorsi orang yang besar dan gemuk, atau malah sangat kecil dan kurus mulai diperlihatkan. Pada masa ini penggambaran tubuh manusia dengan sentuhan Art Nouveau masih terlihat. Tetapi figur wanita sebagai dominasi ilustrasi poster sudah mulai berkurang. Sudah banyak poster-poster yang menggunakan figur laki-laki sesuai dengan pesan, imej atau produk yang ingin disampaikan, serta kepada siapa poster ditujukan.

Sedangkan dalam aliran Kubisme yang dipelopori Pablo Picasso, penggambaran poster dengan gambar manusia yang terkesan terlihat kotak-kotak pun muncul. Hal ini karena orang pada jaman itu menganggap bahwa segala benda di dunia, sebenarnya berasal dari dasar bentuk geometris, termasuk tubuh manusia. Kubisme menandakan kemunculan gaya modern, pemutusan hubungan dengan masa lalu dan penolakan terhadap tradisi. Beberapa teknik kubisme menandakan kelahiran seni abad mesin. Contohnya penggunaan prinsip geometris pada kubisme analitis dan tata cara cut-out yang kaku dari kubisme sintetis (Brighton, 1995:74).

Memasuki era Modernisme, poster bergambar tubuh manusia mengalami perubahan yang cukup signifikan. Visualisasi tubuh manusia dalam poster era Modern cenderung dikurangi dan lebih disederhanakan. Tidak ada lagi unsur Art Nouveau pada penggambarannya. Hal ini karena pada era Modern unsur simplicity lebih diutamakan. Orang-orang pada jaman ini beranggapan bahwa less is more. Poster pun dibuat lebih sederhana dan efisien, tanpa sentuhan unsur “kruwil-kruwil”. Gaya poster yang cukup terkenal pada masa ini adalah Plakatstil. Ciri dari gaya ini adalah memanfaatkan satu obyek utama tanpa sentuhan dekoratif maupun background lain yang dapat mengganggu kehadiran obyek utama tersebut (Arif Adityawan, 1999:52). Maka jika membuat poster dengan obyek utama seorang manusia ya sudah, hanya gambar manusia dan teks judul yang sederhana. Sedangakan visualisasi dari tubuh manusianya, sudah menggunakan teknik fotografi yang sudah mulai diubah-ubah dengan teknik digital menggunakan komputer, sesuai dengan konsep yang diterapkan.

Pada era Modern ini berkembang pula poster gaya Art Deco, yaitu sebuah gaya yang memunculkan ornamen-ornamen dekoratif yang memanfaatkan unsur-unsur garis hias yang mengesankan gerak dan kecepatan. Gaya Art Deco sering pula disebut gaya modernistik atau moderne karena memadukan bentuk baru yang disederhanakan dengan kecenderungan dekoratif lama. Jika pada era Modern sebelumnya mengguanakan pendekatan less is more, maka pada era Art Deco menggunakan pendekatan form follow fungtion. Sehingga penggambaran tubuh manusia dalam poster di era ini hanya disesuaikan dengan kepentingannya saja. Jika dalam mendesain poster dianggap perlu memvisualisasikan tubuh manusia agar audience lebih memahami, maka tubuh manusia pun dimunculkan. Tetapi jika dianggap tidak perlu, maka tidak usah ditampilkan. Hal ini berbeda dengan era awal Revolusi Industri dimana poster selalu didominasi visual tubuh manusia, khususnya figur wanita. Entah itu poster komersil, ataupun poster event atau kampanye, figur wanita selalu mendominasi karena dianggap memiliki daya tarik tersendiri.

Selain Art Deco dan Plakatstil, gaya lain yang muncul dalam poster era Modern adalah Gaya Tipografi Internasional (International Typographic Style ) yang dikenal juga dengan Gaya Swiss. Dalam gaya ini pemvisualisasian tubuh manusia menggunakan teknik foto, bukan gambar tangan. Hal ini karena foto dianggap lebih realis dibandingkan gambar yang dipengaruhi oleh gaya gambar dari pengilustrasi. Tapi pada era ini pemvisualisasian tubuh manusia kurang diminati dan lebih mementingkan unsur tipografi yang bersifat geometris, sans serif dan rata kanan-kiri. Hal ini terjadi karena gaya tersebut dianggap lebih maju dan modern. Dan setelah Gaya Tipografi Internasional, berkembang gaya New York (New York School) yang semakin menghilangkan unsur visual tubuh manusia pada posternya. Misalnya pada poster film. Poster film yang biasanya menggunakan visual dari bintang filmnya berubah menjadi poster film yang gambar visualnya merupakan metafora visual yang ditafsirkan dari esensi cerita film tersebut.

Memasuki era Postmodern, visualisasi tubuh manusia dalam poster kembali berubah. Ada yang mengatakan bahwa ”aspek intuitif dan kebermainan dari Postmodern mencerminkan keterlibatan pribadi dan emosional dari si pedesain. Pertimbangan yang digunakan seorang pedesain Postmodern dalam menempatkan bentuk dalam ruang lebih disebabkan karena “perasaan” benar, bukan karena kebutuhan komunikatif yang rasional” (Meggs, 1992:446). Sehingga tidak aneh jika poster-poster pada era ini terkesan seenaknya sendiri dan tidak terpaku pada pakem tertentu. Misalnya style Popular Art (Pop Art) yang muncul akibat dari penentangan terhadap pemikiran Internasional Style. Pop Art yaitu aliran seni yang memanfaatkan simbol-simbol dan gaya visual yang berasal dari media massa yang populer. Seperti koran, iklan, televisi, komik, ataupun kemasan barang dan gaya supermarket (baca Duro 1992:232). Aliran yang dipelopori Andy Warhol ini sering menampilkan visual poster dengan gambar-gambar model dari pesohor-pesohor film seperti Marlyn Monroe atau Elvis Presley yang divisualkan menggunakan warna-warna terang, cerah, dan kombinasi dari warna-warna komplementer (hijau-merah, dan sebagainya). Selain itu pemvisualisasian tubuh manusia pada poster era ini juga menggunakan garis dan bentuk yang lentur, sehingga membuat gambar cenderung tidak realis atau tidak jelas.

Selain Pop Art, pada era Postmodern juga berkembang poster dengan gaya yang merupakan garis besar dari budaya Postmodern, yaitu New Wave dan Punk. Gaya ini muncul hampir bersamaan. Pada poster Punk, biasanya pemvisualisasian tubuh manusianya menggunakan gambar-gambar yang telah terpakai yang diproduksi kembali atau diduplikat. Gaya poster Punk cenderung memberontak sehingga sering pula disebut antidesain. Sedangkan poster pada gaya New Wave cenderung memvisualkan tubuh manusia dengan goresan tangan yang ekspresif sehingga bersifat lebih persuatif dan mampu menyita perhatian pelihatnya. Tipografinya pun cenderung sama, menggunakan goresan-goresan tangan yang ekspresif. Selain itu pemvisualisasian tubuh manusianya pun banyak menggunakan elemen metafora, humor, dan citra (image) yang populer dan mudah dikenal sehingga seringkali dihubungkan orang dengan pandangan sosial-politik yang beraliran kiri radikal.

Dari uraian diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa visualisasi tubuh manusia pada perkembangan poster di dunia cenderung berubah-ubah sesuai dengan era dimana poster tersebut dibuat. Mulai dari era Revolusi Industri dimana visual tubuh manusia pada poster cenderung sederhana, memakai figur wanita, menggunakan teknik goresan tangan, dan dilengkapi unsur Art Nouveau. Lalu masuk ke era Modern, dimana visualisasi tubuh manusia pada poster cenderung jarang digunakan karena lebih mementingkan unsur tipogrfinya. Hingga di era Postmodern dimana visualisasi tubuh manusia pada posternya cenderung bersifat metafora, menggunakan figur artis, dan penuh dengan warna-warna yang komplementer. Dan mungkin pada era sekarang ini dimana kita telah masuk ke dunia cyberspace pemvisualisasian tubuh manusia pada poster akan kembali berubah, sesuai dengan budaya massa yang cenderung selalu berubah pula.

No comments:

Post a Comment